Berita  

“Ongkos Peradaban: Menentukan Harga Pembangunan yang Adil”

“Ongkos Peradaban: Menentukan Harga Pembangunan yang Adil”

Pertemuan Berkaca dengan Peradaban
Siang itu, di antara riuh percakapan para pemikir dan denting cangkir kopi yang masih mengepul, aku berjumpa dengan Jeffrey Sachs – seorang ekonom yang melampaui batas profesinya. Ia bukan sekadar pengurai angka dan model, melainkan penafsir nurani peradaban. Wajahnya teduh, suaranya tenang, namun tiap kalimat yang meluncur darinya menyimpan daya guncang yang dalam.
ekonomi Sebagai Refleksi Manusia
Di ruang itu, ekonomi tidak lagi bicara tentang pasar dan modal, tapi tentang manusia dan maknanya. Pikiranku kembali pada salah satu karyanya yang paling berpengaruh, The Price of Civilization. Buku itu, bagi saya, bukan sekadar refleksi atas krisis ekonomi global, melainkan renungan moral atas arah dunia modern.
Menggugat Arus Global
Dalamdiskusinya, Sachs menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa perhatian pada nilai-nilai manusia adalah suatu kebodohan. “Kami tidak bisa terus menerus mengukur keberhasilan hanya dengan GDP,” ujarnya. Dengan lugas, ia menggugat sistem kapitalisme yang hanya mementingkan profit, tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan.
Dampak pada Pembangunan Bangsa
Pendapatnya ini memiliki dampak signifikan pada upaya pembangunan bangsa. Banyak negara, termasuk Indonesia, yang mulai menyadari bahwa pembangunan yang berkelanjutan harus didasarkan pada keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Pertanyaan untuk Masa Depan
Sebagai penutup, Sachs menantikan: “Apa arti pembangunan jika tidak mampu menjawab tantangan moral kita sebagai manusia?” Pertanyaan ini tidak hanya menggugat ekonom, tetapi juga setiap individu yang terlibat dalam peradaban modern.
Dengan wawancara ini, “Ongkos Peradaban dan Jalan Panjang Pembangunan Bangsa” semakin menjadi tema yang tidak bisa diabaikan dalam upaya membangun masa depan yang lebih manusiawi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *